Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016 pada Hari Rabu, 20 Maret 2019, tepatnya besok hari mengadakan audiensi dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Islam Republik Indonesia terkait dengan Tidak Jelasnya Nasib Sertifikasi Bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Non-Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016. Sampai dengan detik ini, Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS yang diangkat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah Daerah (NIP Bukan Kemenag) Tahun 2006-2016 belum ada kejelasan sertifikasinya, bahkan tidak tersentuh. Padahal proses sertifikasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah terlaksana. Karena itulah melalui Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016, yang berangotakan lebih dari 10.000 anggota se-Indonesia bermaksud menanyakan dan menuntut “atas ketidakadilan” tersebut.
Nur Munafiin, M.Pd., M.Ag selaku ketua Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016 mengatakan bahwa: “berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 42 ayat 1; Undang-undang No. 14 Tahun 2005; Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Pasal 2; PP No. 55 Tahun 2007 Pasal 3 ayat 2, Pasal 6 ayat 1; PP No. 74 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan PP No. 19 Tahun 2017; Permendibud No. 5 Tahun 2012 sebagaimana diubah dengan Permendikbud No. 29 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Bagi Guru yang Diangkat Sebelum 2016, maka jelas bahwa seharusnya Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Angkatan 2006-2016 sudah selesai tersertifikasi. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain, bukannya sudah tersertifikasi, namun justru nasib kami tidak jelas, luntang lantung, tanya sana sini malah dilempar sana sini. Kami menyadari bahwa Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) seperti kami bagai berdiri di antara dua kaki, di bawah Kemendikbud dan di bawah Kemenag. Harusnya dengan adanya 2 (dua) orang tua, nasib kami justru yang paling cerah, namun sebaliknya justru nasib kami tambah suram, di Kemendikbud bagaikan “anak buangan” dan di Kemenag bagaikan “anak tiri” lengkap sudah penderitaan kami.”
M. Rosyid Ridlo, M.Pd.I., sebagai sekretaris Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016 menambahkan bahwa: “Kemenag ini UNIK, sudah minta jatah pengelolaan sertifikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS yang diangkat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Pemerintah Daerah (NIP Bukan Kemenag) Tahun 2006-2016, eh...malah nasibnya dibikin tidak jelas. Perlu adanya kejelasan, perlu adanya keadilan. Kondisi ketidakadilan ini berakibat pada terhambatnya peningkatan karir GPAI tersebut, tidak bisa mengajukan kenaikan pangkat, tidak bisa bersaing dalam seleksi guru berprestasi, tidak bisa ikut seleksi kepala sekolah dan pengawas. Semua akses itu mensyaratkan Sertifikat Pendidik, sedangkan kami?”
Maka dengan memperhatikan: (1) akses mengikuti sertifikasi bagi Guru PNS Non-PAI yang diselenggarakan oleh Kemendikbud sudah terlaksana, sementara sertifikasi bagi GPAI PNS di sekolah hanya diperuntukkan bagi GPAI yang diangkat sebelum 30 Desember 2005. Sementara bagi GPAI yang diangkat setelah 01 Januari 2006 s/d 31 Desember 2015 belum dapat terlaksana; (2) adanya pembatasan peserta sertifikasi bagi GPAI, baik melalui PLPG dan/atau PPG yang didasarkan pada Permendikbud No. 5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, yakni hanya bagi guru yang diangkat sebelum 30 Desember 2005, padahal Permendibud tersebut nyata-nyata telah dihapus dan dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Permendikbud No. 29 Tahun 2016 tentang Sertifikasibagi Guru yang Diangkat Sebelum 2016 dan telah direvisi melalui Permendikbud No. 37 Tahun 2017 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Program Profesi PPG; (3) banyaknya temuan calon peserta sertifikasi melalui PPG yang ditengarai memanipulasi data TMT mengajar demi dapat terjaring dalam daftar calon peserta PPG melalui pembuatan SK yang terindikasi manipulatif, seperti guru yang lahir pada tahun 1993 telah dapat menunjukkan SK mengajar pada tahun 2003; (4) terhambatnya peningkatan karir bagi GPAI PNS yang diangkat setelah tahun 2005, dikarenakan tidak memiliki sertifikat pendidik sebagaimana diamanatkan dalam Permenpan RB No. 16 Tahun 2009; (5) Surat Edaran Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI No: 20847/B-B4/GT/2017 tentang Pendaftaran Peserta PLPG bagi Guru yang Telah Memiliki Kualifikasi Akademik S2; (6) Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI No: B-5118/DJ.I.IV/HM.01/11/2018 tentang Pemberkasan Calon Peserta Pretes; dan (7) Surat Edaran Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Budha Ditjen Bimas Budha Kementerian Agama RI No: B.126.DJ.VII/Dt.VII.I.3/PP.00.11/2019 tentang Pendataan Peserta PPG Tahun 2019, maka kami bermaksud mengadakan audiensi dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia pada Hari Rabu, 20 Maret 2019. Secara khusus Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016 mengutus 40 orang perwakilan dari masing-masing provinsi untuk menanyakan kejelasan sertifikasi bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016.
Nur Munafiin, M.Pd., M.Ag., mengatakan bahwa: “bisa saja kita datang rombongan ribuan GPAI untuk mengadakan aksi damai, namun lebih elok kiranya jika kita duduk bersama bermusyawarah dengan kepala dan hati dingin. Tuntutan kami sederhana segera disertifikasinya Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) PNS Non Sertifikasi Se-Indonesia Angkatan 2006-2016. Tuntutan yang sangat sederhana, bukannya mensertifikasi GPAI merupakan kewajiban Kemenag, toh juga mereka sendiri yang meminta jatah tersebut. Di samping itu, sertifikasi adalah hak kami sebagai PNS GPAI yang sudah mengabdi mencerdaskan para penerus bangsa ini.”
No comments:
Post a Comment