BLOG PRIBADI GURU SEBAGAI SEORANG PEMBELAJAR YANG HARUS TERUS BELAJAR

Showing posts with label Rehat. Show all posts
Showing posts with label Rehat. Show all posts

19 February 2019

Doa Agar Mudah Belajar

9:23 PM 0

Menjadi alim dan memperoleh ilmu yang bermanfaat adalah harapan semua pembelajar. Namun seringkali mendapatkan ilmu dan pemahaman yang benar bukanlah sebuah perkara yang mudah. Untuk mempelajari satu bab saja dari suatu cabang ilmu, seorang pembelajar harus bersusah payah dalam belajar dan menghabiskan banyak waktu.

Begitu pula dari sisi pengajar (guru), untuk mengajarkan suatu ilmu kepada sekian banyak siswa bukanlah perkara mudah. Guru harus menerapkan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Disamping berbagai macam usaha lahiriyah sebagaimana tersbut di atas, usaha menuntut ilmu perlu ditunjang dengan usaha batiniyah,yaitu dengan berdoa; mendekatkan diri pada Allah; serta menjaga kesucian dan kebersihan hati dan pikiran. Salah satu diantara amalan yang dapat dijadikan wasilah(perantara) dalam rangka  memohon pada Allah agar dimudahkan dalam mencari ilmu adalah:

اللهم صل وسلم وبارك على سيد نا محمد وعلى أله كما لانهاية لكمالك وعدد كمالك

 Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi kama la nihayata li kamalika wa ‘adada kamalik

Bacaan di atas dibaca sebanyak sepuluh (10) kali setelah maghrib dan setelah shubuh, kemudian ditutup dengan membaca ayat kursi.

Amalan untuk memudahkan mendapat ilmu

Demikian sebagaimana diijazahkan oleh Maulana Abah Habib Luthfi bin Yahya pada acara Maulid di Ponpes Asshiddiqiyyah 2 Tangerang pada tanggal 3 Februari  2019

25 November 2018

Ciri Guru yang Baik ( Pidato Mendikbud pada Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2018 )

6:44 PM 0
Kawan pakguru.id yang berbahagia, sebelumnya pakguru.id ucapkan Selamat Hari Guru Nasional untuk seluruh guru Indonesia, baik yang masih honorer maupun PNS; baik yang di sekolah & madrasah swasta, maupun di sekolah & madrasah negeri; baik yang sudah dianggap profesional maupun yang masih harus memperjuangkan "profesionalitas"nya. Para Guru sekalian adalah tonggak pembangun bangsa, meskipun masih saja "terpojokkan".

Berikut pakguru.id sampaikan petikan pidato Mendikbud mengenai guru yang profesional.

Cuplikan pidato Mendikbud pada Upacara Hari Guru Nasional Tanggal 25 November Tahun 2018

Setidaknya, terdapat tiga ciri guru profesional yang harus dimiliki oleh para
guru. Pertama, guru profesional adalah guru yang telah memenuhi kompetensi
dan keahlian inti sebagai pendidik. Perubahan zaman mendorong guru agar
dapat menghadirkan pembelajaran abad XXI, yaitu menyiapkan peserta didik
untuk memiliki keterampilan berpikir kritis, kreatif, inovatif, komunikatif, dan
mampu berkolaborasi. Hal tersebut tentu tidak akan dapat diwujudkan jika para
guru berhenti belajar dan mengembangkan diri.
Kedua, seorang guru yang profesional hendaknya mampu membangun
kesejawatan. Bersama rekanrekan
sejawat, guru terus belajar, mengembangkan
diri, dan meningkatkan kecakapan untuk mengikuti laju perubahan zaman.
Bersama teman sejawatnya pula guru terus merawat muruah dan menguatkan
posisi profesinya. Jiwa korsa guru harus senantiasa dipupuk agar dapat saling
membantu dan mengontrol satu sama lain.
Ketiga, seorang guru yang profesional hendaknya mampu merawat jiwa
sosialnya. Para guru Indonesia adalah para pejuang pendidikan yang
sesungguhnya, yang menjalankan peran, tugas, dan tanggung jawab mulia
sebagai panggilan jiwa. Dengan segala tantangan dan hambatan, para guru
Indonesia berada di garda terdepan dalam pencerdasan kehidupan bangsa.

Demikian  Cuplikan pidato Mendikbud pada Upacara Hari Guru Nasional Tanggal 25 November Tahun 2018

Semoga  Guru semakin berjaya
Semoga bermanfaat...


19 September 2018

Soal-soal Latihan Seleksi CPNS Tahun 2018

9:59 PM 0
Soal-soal Latihan Seleksi CPNS Tahun 2018
Untuk kawan-kawan pakguru.id yang setia, berikut ini pakguru.id bagikan soal-soal untuk latihan seleksi CPNS tahun 2018. Langsung aja, cekidot...

1. Contoh soal TKD (Tes Kecakapan Dasar)

2. Contoh soal Bahasa Indonesia

3. Contoh soal CPNS Falsafah Ideologi

4. Contoh soal Wawasan Kebangsaan

5. Materi seleksi CPNS 2018

6. Contoh soal Wawasan Kebangsaan 2

7. Contoh soal Tes Wawasan Kebangsaan 3

8. Contoh soal Antonim

9. Contoh soal Sinonim

10. Contoh soal Tata Negara

11. Contoh soal Bahasa Indonesia 2

Demikian soal-soal latihan seleksi CPNS 2018. Semoga bermanfaat...

19 August 2018

Lirik Lagu A'thouna ath Thufulah... (Berikan Kami Dunia Kanak-kanak)

9:27 PM 0
 Akhir akhir ini banyak sekali yang menyanyikan atau sekedar mendengarkan lagu "a'thouna at thoufulah' (atouna el toufouli: versi Sabyan) berkat aransemen baru dari Sabyan Gambus. Namun ketahuilah, bahwa lagu ini sudah muncul lama sekali. Berikut ini pakguru.id bagikan lirik  dan arti dari lagu tersebut.


جينا نعيدكم… بالعيد منسألكم
Jeena N’ayedkon … Bel-Eid Mnes’alkon
Kami datang dengan Ucapan Selamat Berlibur …Dan selama liburan kami bertanya padamu

ليش ما في عنا… لا أعياد ولا زينة
Lesh Ma Fee ‘Enna … La ‘Ayyad Wala Zeineh
Kenapa kami tidak punya Liburan ataupun Dekorasi ( Perhiasan )


  يا عالم
Ya ‘Alam
Wahai Dunia

أرضي محروقة
Ardhi Mahroo’a
Tanahku Habis terbakar

أرضي حرية مسروقة
Ardhi Huriyyeh Masroo’a
Tanahku dicuri kebebasannya

سمانا عم تحلم… عم تسأل الأيام
Samana ‘Am Tehlam … ‘Am Tes’al El-Ayam
Langit kami Sedang bermimpi ... bertanya kepada hari hari

وين الشمس الحلوة… ورفوف الحمام
Wein Esh-Shames El-Helwe … W-Rfouf El-Hamam
Dimana matahari yang indah ... dan di mana kipasan sayap  burung merpati ?

يا عالم
Ya ‘Alam
Wahai Duniaa

أرضي محروقة
Ardhi Mahroo’a
Tanahku Habis terbakar

أرضي حرية مسروقة
Ardhi Huriyyeh Masroo’a
Tanahku dicuri kebebasannya

أرضي زغيرة… متلي زغيرة
Ardhi Zgheere … Metli Zgheere
Tanahku Kecil, seperti aku, itu kecil

ردولها السلام… اعطونا الطفولة
Redoulha Es-Salam …. ‘Atouna Et-Tufoole
Berikan kedamaian kembali padanya, beri kami masa kecil

اعطونا الطفولة
A’touna Et-Tufoole
beri kami masa kecil

اعطونا الطفولة
A’touna Et-Tufoole
beri kami masa kecil

أعطونا الطفولة

A’touna Et-Tufoole
beri kami masa kecil

اعطونا… اعطونا… اعطونا السلام
A’touna … ‘Atouna … ‘Atouna Es-Salam
Beri Kami … Beri Kami … Beri kami Kedamaian .


I am A Child with something to say, Please listen to me!
Aku anak kecil dengan sesuatu yang ingin kukatakan, Tolong dengarkan aku!

I am a Child Who wants to play, why dont you let me?
Aku anak kecil yang ingin bermain, kenapa tidak kau biarkan ?

My Doors are waiting, my friends are praying, small hearts are begging
Pintuku menunggu(untuk dibuka) , temanku berdoa, hati kecil kami memohon

Give us a Chance!
Berikan kami kesempatan

31 July 2018

Cerita Aneh tentang Lomba Agustusan

7:05 PM 0
Cerita Aneh tentang Lomba Agustusan
desa setempat, dalam rangka meminta sumbangan. “Untuk lomba Agustusan, Pak Haji,” katanya.

Pak Haji segera mengeluarkan uang 500 ribu.

Tak berselang lama, rekan Makaryo bernama Jo Kribo juga pergi ke rumah Haji Mukidin dengan agenda yang sama. “Lomba Agustusan sangat unik, Pak Haji. Yang terlibat nggak cuma orang kampung kita tapi juga kecamatan sebelah,” katanya berusaha meyakinkan.

Pak Haji pun memberinya sumbangan.

Esok harinya, Makaryo datang lagi minta sumbangan. Disusul kemudian Jo Kribo. Untuk kedua kalinya Pak Haji memberikan masing-masing sejumlah uang. Memasuki hari ketiga, peristiwa minta sumbangan itu terjadi lagi.

Haji Mukidin pun heran campur kesal.

“Bentar… Bentar!” Kata Pak Haji. “Kalian ini sebenarnya mengadakan lomba apa? Dari kemarin kok nggak beres-beres?”

“Lomba minta sumbangan, Pak Haji,” sahut keduanya. (Mahbib)


Lomba Aneh Agustusan
Ilustrasi (nationalgeographic)
Haji Mukidin yang terkenal kaya raya di kelurahannya suatu kali didatangi Makaryo, pemuda karang taruna desa setempat, dalam rangka meminta sumbangan. “Untuk lomba Agustusan, Pak Haji,” katanya.

Pak Haji segera mengeluarkan uang 500 ribu.

Tak berselang lama, rekan Makaryo bernama Jo Kribo juga pergi ke rumah Haji Mukidin dengan agenda yang sama. “Lomba Agustusan sangat unik, Pak Haji. Yang terlibat nggak cuma orang kampung kita tapi juga kecamatan sebelah,” katanya berusaha meyakinkan.

Pak Haji pun memberinya sumbangan.

Esok harinya, Makaryo datang lagi minta sumbangan. Disusul kemudian Jo Kribo. Untuk kedua kalinya Pak Haji memberikan masing-masing sejumlah uang. Memasuki hari ketiga, peristiwa minta sumbangan itu terjadi lagi.

Haji Mukidin pun heran campur kesal.

“Bentar… Bentar!” Kata Pak Haji. “Kalian ini sebenarnya mengadakan lomba apa? Dari kemarin kok nggak beres-beres?”

“Lomba minta sumbangan, Pak Haji,” sahut keduanya.

24 July 2018

Seputar Ibadah Kurban

5:36 PM 0
A. Pengertian Kurban

Kata kurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Yang dimaksud dari kata kurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah agama disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha.

Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari kata qurban atau udhhiyah dalam pengertian syara, ialah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. 

B. Hukum Kurban

Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).
 
C. Keutamaan Kurban

Menyembelih kurban adalah suatu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas informasi dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, antara lain: 

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Aisyah menuturkan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)

Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya. Kemudian hewan itu digambarkan secara metaphoris akan menjadi kendaraanya untuk berjalan melewati shirath. Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridhaan Allah kepada orang yang melakukan ibadah kurban tersebut. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Masih banyak lagi sabda Nabi yang lain, menjelaskan tentang keutamaan berkurban. Bahkan pada haditst terakhir, disebutkan bahwa orang yang sudah mampu berkorban, tetapi tidak mau melaksanakanya, maka ia dilarang mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainya.

Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya.  

D. Hakikat Kurban

Kurban dalam dimensi vertikal adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah supaya mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan dalam dimensi sosial, kurban bertujuan untuk menggembirakan kaum fakir pada Hari Raya Adha, sebagaimana pada Hari Raya Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karena itu, daging kurban hendaklah diberikan kepada mereka yang membutuhkan, boleh menyisakan secukupnya untuk dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan tetap mengutamakan kaum fakir dan miskin.

Allah berfirman:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28)

Dengan demikian kurban merupakan salah satu ibadah yang dapat menjalin hubungan vertikal dan horizontal. 

E. Kriteria Hewan Kurban

Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).

Agar ibadah kurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berkurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:

a. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.” (Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)

b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.

c. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.

d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.

(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).

Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى

“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420)

Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya ibadah kurban, yaitu; Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya. Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk dijadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan dagingnya berkurang (cacat fisik).

F. Ketentuan Kurban

Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut: 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123). 

Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.

“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).

Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan kurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad” tidak bisa dipahami bahwa kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya dalam rangka menyertakan dalam memperoleh pahala dari kurban tersebut. Apabila dipahami bahwa berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat Nabi Muhammad, maka tidak ada lagi orang yang berkurban. Dengan demikian, pemahaman bahwa satu domba bisa untuk berkurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan dan dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta, sapi, dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas. 

G. Waktu Pelaksanaan Kurban

Waktu menyembelih kurban dimulai setelah matahari setinggi tombak atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi (pembagian) daging kurban dibagi menjadi tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri dan keluarga secukupnya. Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi sendiri tidak lebih dari sepertiga daging kurban. Meskipun demikian memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih utama. (Dhib al-Bigha:1978:245). 

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga bermanfaat. Mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kesalahan. Wallahu a’lam bish shawâb.


KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Sumber : www.nu.or.id

22 July 2018

Sepeda Pak Guru

11:15 PM 0
Salah satu kenangan manisku bersama Pak Adib Zaen yang sulit aku lupakan hingga kini adalah saat diboncengkan dengan sepeda onthel di malam hari. Beliau adalah guruku di MA Al-Muayyad Surakata pada tahun 1980-an. Waktu itu aku baru duduk di bangku kelas 2. Beliau mengajakku ke Bonoloyo untuk "tilik" kakak-kakak kelas yang sedang menempuh Ujian Negara Madrasah Aliyah Tahun 1982. Karena waktu itu MA Al-Muayyad masih baru dan belum bisa melaksanakan ujian di tempat sendiri, maka tempatnya di MAN Bonoloyo Surakarta. 

Mengapa ke Bonoloyo di malam hari? Ya, karena kakak-kakak kelas lebih baik ditengok pada malam hari saat mereka sedang belajar menghadapi ujian esok harinya. Mereka butuh dukungan moral dan bimbingan belajar. Pak Adib bisa memberikan semua itu kepada mereka. Mereka tinggal di rumah-rumah penduduk sekitar MAN Bonoloyo selama ujian berlangsung. Itu lebih baik karena lebih efisien waktu daripada “nglajo” dari Mangkuyudan yang bisa-bisa malah setiap hari terlambat mengikuti ujian karena jarak ke Bonolyo kira-kira 5 km. Saat itu sarana transportasi umum masih sulit karena masih langka. 

Aku sudah lupa apa yang beliau sampaikan kepadaku selama dalam perjalanan, baik sewaktu menuju Bonoloyo maupun saat kembali ke Mangkuyudan. Tetapi aku masih ingat bahwa beliau cukup capek mengayuh sepeda onthel memboncengkan aku ke Bonoloyo. Demikian pula saat kembali ke Mangkuyudan yang waktunya agak siang dan cuaca mulai panas. Kadang aku mikir, kenapa saat itu aku tidak berinisitif untuk bergantian memboncengkan? 

Aku memang tidak berani berinisiatif seperti itu karena berbagai pertimbangan baik yang menyangkut aspek keselamatan bersama maupun akhlak atau adab murid kepada guru. Badanku kecil dan pendek, sedangkan Pak Adib cukup tinggi dan besar. Tenaganya juga jauh lebih kuat dari pada tenagaku. Singkatnya aku adalah pihak yang lebih kecil atau lemah sehingga tahu diri untuk tidak menawarkan bergantian membocegkan meski hanya basa-basi.

Kaitannya dengan adab. Pak Adib Zaen adalah seorang guru yang sangat tawadhu. Beliau cukup paham bagaimana harus bersikap kepada orang-orang yang beliau hadapi. Beliau sangat paham apa itu tawadhu’ dan apa itu takzim. 

Dari Pak Adib aku belajar tentang praktik tawadhu’ khususnya dari pengalaman beliau memboncengkan aku dengan sepeda onthel. Beliau ngos-ngosan memang, tapi keikhlasannya sangat aku rasakan. Beliau pasti memiliki banyak referensi, misalnya hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhu

ليس منا من لم يرحم صغيرنا ويوقر كبيرنا

Artinya: “Bukanlah umatku orang-orang yang tidak berbelas kasih kepada yang kecil (muda) dan bukan pula umatku mereka yang tidak menghormati yang lebih besar (tua).”

Referensi lain adalah apa yang ditulis Syekh Hasyim Asy’ari dalam kitabnya berjudul Adabu Al-Alim wal Muta'allim (Adab Guru dan Murid), Bab ke-7, yakni Fi Adabil Alim ma'a Talamidzatihi (Adab Guru terhadap Murid), nomor 13, berbunyi:

أن يتواضع مع الطالب

Artinya: "Guru supaya bertawadhu’ (rendah hati) terhadap murid."

Sekarang aku juga guru bagi murid-muridku, termasuk anak-anakku. Kadang-kadang aku memboncengkan mereka dan bukan sebaliknya. Tentu ini tidak salah dilihat dari adab guru kepada murid karena faktanya sang murid belum cukup dewasa dan masih pantas dilayani dan dilindungi oleh orang yang lebih besar dan lebih kuat. Demikianlah pelajaran penting di luar kelas tentang praktik tawadhu’ guru dari KH Drs M Adib Zaen, M.Pd.I puluhan tahun silam yang baru aku pahami setelah beberapa lama. 


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
 
Sumber : www.nu.or.id

14 May 2018

Karya Ilmiah : Nyadran

11:52 PM 0

                                                                                        BAB I
                                                          PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Negara Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki banyak gugusan pulau dan wilayah yang dipisahkan oleh wilayah perairan. Setiap pulau dan wilayah di Nusantara ini, memiliki keragaman budaya, etnik, bahasa, dan lain sebagainya yang tertuang dari ujung Barat Negeri ini, yaitu Sabang sampai ujung Timur Indonesia, yaitu Merauke. Keragaman budaya yang beragam ini dikarenakan oleh faktor lingkungan tempat dimana mereka tinggal yang mempunyai peran yang cukup besar dalam melahirkan dan menciptakan ide – ide atau gagasan dalam proses penakhlikan suatu kebudayaan dan tradisi. Alam telah menggerakkkan hati manusia untuk melahirkan suatu gagasan dalam proses penciptaan suatu tradisi yang pada akhirnya, kebudayaan dan tradisi yang beragam tersebut memperkaya jati diri Bangsa Indonesia.
            Salah satu daerah yang masih menjunjung tinggi adat dan tradisi warisan dari nenek moyang yaitu Jawa lebih tepatnya di daerah Jawa Tengah. Dengan luas sekitar 32.801 km2, tidak megherankan jika, daerah yang dipimpin dan dilayani oleh Bapak Gandjar Pranowo selaku Gubernur Provinsi Jawa tengah, memiliki beragam tradisi, kebudayaan dan adat - istiadat yang beragam, mulai dari yang berbentuk upacara, kenduri, dan penyembahan, misalnya saja Sekaten, Upacara Kesada, Grebeg Sudiro, dan lain sebagainya. Tradisi tersebut tentunya masih mengandung nilai – nilai falsafah yang melekat dalam pandangan hidup masyarakat. Acara – acara ini dilaksanakan untuk kepentingan tertentu dan untuk tujuan tertentu pula. Biasanya acara tersebut dilaksanakan secara bersama – sama oleh masyarakat yang bersangkutan. Tradisi turun – temurun dari nenek moyang tersebut menggambarkan bahwa kehidupan masa lampau dijalin oleh ikatan tali persaudaraan yang tinggi serta memaparkan bahwa kehidupan manusia pasti tidak luput dari campur tangan orang lain.
Sebagai seorang pelajar Indonesia, yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi tentang kebudayaan daerah dan akan terus menggali potensi kekayaan dan keberagaman budaya daerah yang ada, kali ini penulis ingin mengeksplorasi salah satu dari warisan budaya di Jawa Tengah ini, yaitu Tradisi Nyadran. Mungkin kalimat ini tidak begitu asing di telinga orang Jawa Tengah khususnya daerah pedesaan di Desa Koripan, Kec.Susukan, Kab.Semarang. Tradisi Nyadran merupakan salah satu media yang bertujuan untuk mendoakan para leluhur. Nyadran merupakan salah satu upacara yang diselenggarakan pada bulan Ruwah dan dilakukan secara bersama – sama oleh masyarakat setempat. Umumnya Nyadran dilaksanakan di tempat pemakaman. Pada saat itu, semua warga akan berkumpul dan akan melaksanakan acara tersebut dengan sakral. Proses ritual Nyadran ini biasanya dimulai dengan membuat kue apem, ketan dan kolak. Acara Nyadran ini juga dapat menjadi media pembelajaran bagi para pelajar dan dapat meningkatkan rasa ukhuwah islamiyah antar umat sesama muslim, solidaritas, persatuan dan kesatuan.
Namun, akhir – akhir ini banyak daerah di Jawa Tengah yang telah meninggalkan tradisi dan budaya lokal, dan berangsur – angsur memihak budaya Barat terutama di daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan oleh derasnya arus globalisasi. Disamping memiliki dampak positif, globalisasi juga memiliki dampak negatif, yaitu mengancam masyarakat untuk meninggalkan budaya lokal. Kebiasaan yang dulunya dilakukan secara beramai - ramai kini berbanding terbalik dilakukan secara individu. Budaya gotong – royongpun mulai meluntur, mereka hanya mengutamakan eksistensi pribadi, yang tentunya tidak baik untuk dilakukan.
            Budaya Nyadran sebagai warisan nenek moyang, merupakan salah satu tradisi yang  mengajarkan kita akan pentingnya kebersamaan dan rasa persatuan yang kuat sebagai landasan untuk mencapai kemakmuran, kedamaian, dan kesejahteraan. Didalam derasnya arus globalisasi ini, sebagian masyarakat memilih untuk tidak ikut serta dalam Tradisi Nyadran ini, hal ini disebabkan oleh rasa egois yang tinggi dan hanya mementingkan harga diri sendiri. Perkara ini, sering muncul di daerah perkotaan, yang umumnya telah terhipnotis oleh Budaya Asing.
            Meskipun demikian, masyarakat di desa, khususnya Desa Koripan, Kec.Susukan, Kab.Semarang, tetap mempertahankan tujuan utamanya, yaitu melestarikan warisan budaya lokal, Tradisi Nyadran. Tradisi Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat dimana rasa gotong – royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat meningkatkan pola hubungan masyarakat yang erat dan semakin kuat, juga kukuh. Rasa solidaritas inilah yang nantinya akan membangun masyarakat menjadi pribadi yang lebih baik. Di dalam Tradisi Nyadran, terdapat hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga. Sehingga semakin jelas bahwa Tradisi Nyadran dapat mempererat solidaritas antar warga khususnya    di Desa Koripan menjadi kuat dan kokoh.
 Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menulis Karya Ilmiah dengan judul TRADISI  NYADRAN DI ERA GLOBALISASI, SEBAGAI WARISAN BUDAYA PENGERAT SOLIDARITAS ANTAR WARGA DESA KORIPAN.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Tradisi Nyadran dalam derasnya arus globalisasi?
2.    Bagaimana cara agar sikap solidaritas dan persatuan dapat kuat melalui Tradisi     Nyadran?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.       Dapat menguraikan upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Tradisi Nyadran dalam derasnya arus globaliasi.
2.       Dapat menjelaskan dan menyebutkan cara yang dilakukan untuk memupuk rasa  solidaritas dan persatuan melalui Tradisi Nyadran.


D. Manfaat Penelitan
Dari penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat Teoritis
a)      Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi program study IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) untuk memberikan referensi dalam pengkajian masalah – masalah Sosial – Budaya
b)      Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial terutama dalam bidang kebudayaan.
     2. Manfaat Praktis
a)      Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi bacaan di sekolah terutama dalam bidang kebudayan.
b)      Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan untuk menambah pengetahuan khususnya dalam tradisi lokal di tengah-tengah globalisasi.
c)      Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan mengenai sebuah tradisi yang berkembang ditengah -   tengah derasnya era globalisasi.














                                                                    BAB II
                                                        TELAAH PUSTAKA
A. Landasan Teori
1.      Tradisi Nyadran
               Tradisi  (bahasa latin ;traditio “diteruskan”) atau kebiasaan dalam pengertian sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun ( sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Sedangkan menurut KBBI devinisi tradisi, yaitu adat kebiasaan turun – temurun ( dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.
               Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur. Secara harfiah Tradisi Nyadran dapat diartikan sebagai, satu bentuk tradisi layaknya kenduri yang menggunakan sarana tertentu yang biasanya berwujud makanan besekan. Sementara makanan yang biasanya harus ada, yaitu kolak, ketan, dan apem. Tradisi ini bertujuan untuk menyambut bulan ramadan dengan cara membersihkan makam leluhur, dan memberi selamatan / kenduri di makam para leluhur.

2.      Era Globalisasi
            Era globalisasi diambil dari dua kata “era” dan “globalisasi”. Era dapat diartikan  sebagai zaman, kurun waktu atau masa bahkan waktu, sedangkan globalisasi sendiri adalah suatu proses yang telah mendunia (global ). Oleh sebab itu, era globalisasi  dapat di maknai sebagai waktu atau masa di mana segala proses kehidupan sudah mendunia dan meluas
            Dampak Globalisasi ini bermacam – macam jenisnya. Salah satu dampak positif dari globalisasi, yaitu mobilitas yang cepat dan teknologi yang semakin hari semakin maju serta canggih. Dengan adanya mobilitas yang cepat, maka Budaya Barat cepat merambah dan menghasut masyarakat untuk meniru Budaya Barat dan meninggalkan Budaya Lokal.



3.      Warisan Budaya
            Pengertian warisan sendiri yaitu, sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang, baik berupa benda berharga atau materi lainnya yang diwariskan kepada ahli warisnya.
            Sedangkan pengertian budaya yaitu, suatu cara hidup berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
            Definisi Warisan Budaya adalah benda atau atribut tak berbenda yang merupakan jati diri suatu masyarakat atau kaum yang diwariskan dari generasi  generasi sebelumnya, yang dilestarikan untuk generasi – generasi yang akan datang. Warisan budaya dapat berupa benda, seperti monumen, artefak, dan kawasan,atau tak benda, seperti tradisi, bahasa, dan ritual adat.

4.      Definisi Solidaritas Antar masyarakat
            Menurut KBBI Solidaritas adalah sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib dsb); perasaan setia kawan ; - antara sesama anggota sangat diperlukan. Sedangkan menurut wikipedia solidaritas adalah  integrasi, tingkatan dan jenis integrasi, ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka. Hal ini  mengacu pada hubungan dalam masyarakat  hubungan orang –orang  mengikat  satu sama lain. Istilah ini umumnya  digunakan dalam sosiologi dan ilmu -  ilmu sosial lainnya.
            Masyarakat yaitu sejumlah manusia dalam arti seluas luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama .
            Jadi solidaritas antar masyarakat yaitu sifat satu rasa (senasib sepenanggungan)  antara satu manusia dengan manusia lainnya yang mengikat satu sama  lain dalam sebuah hubungan interaksi sosial.
            Jadi, solidaritas antar masyarakat, yaitu sikap satu rasa (senasib sepenanggungan) antar individu atau kelompok manusia, karena adanya rasa saling membutuhkan yang terikat oleh suatu kebudayaan atau kebiasaan yang mereka anggap sama dalam suatu interaksi sosial.

Manfaat dan Kelebihan Tradisi nyadran yang telah dirasakan oleh masyarakat sekitar diantaranya, yaitu:
a.      Meningkatkan rasa solidoritas antar umat muslim
b.      Menguatkan tali silaturohmi antar warga
c.      Meningkatkan uquah islamiah
d.     Menjaga kerukunan warga
e.      Mengokohkan rasa kekeluargaan
f.       Menopang sikap saling tepa selira






B.   Hasil Penelitian yang Relevan





















                                                                                    BAB IV
                                                            HASIL DAN PEMBAHASAN

       Pada bab ini penulis akan memaparkan tahapan – tahapan observasi tentang Tradisi Nyadran dalam pesatnya arus globalisasi, sebagai media pengerat solidaritas antar warga Desa Koripan, Kec.Susukan, Kab.Semarang yang meliputi:
Hasil
       Desa Koripan yang menjadi tempat penelitian merupakan sebuah desa di wilayah Kabupaten Semarang. Desa ini berpenduduk kurang lebih 1000 jiwa dan termasuk desa terpadat di wilayah Kecamatan Susukan. Desa ini merupakan Desa yang berciri heterogen dimana keragaman agama, etnik dari penduduk baru, dan lain sebagainya yang terdapat dalam komposisi masyarakatnya. Dari segi ekonomi, warga Desa Koripan berprofesi sebagai pedagang, buruh tani, pegawai negeri, buruh pabrik, dan wiraswasta. Dari segi agama, hampir semua memeluk agama Islam, namun juga ada sebagian warga yang memeluk agama non-islam, akan tetapi hal itu tidak berujung pada situasi perpecahan dan pertentangan, melainkan mereka hidup dengan rukun, saling menghormati kepercayaan yang ada. Sedangkan, dilihat dari aspek politik, komposisi mereka jauh lebih beragam.
       Bagi masyarakat Desa Koripan, Tradisi Nyadran merupakan Tradisi leluhur yang harus dilestarikan. Tradisi ini biasanya diadakan pada Bulan Ruwah sebelum umat muslim melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh di Bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya, diikuti oleh seluruh umat muslim Desa Koripan. Dimana pada saat Upacara dimulai, semua warga akan beduyun-duyun untuk datang seraya berdoa untuk diberi keslametan dan keberkahan, selain itu. Tradisi ini dilakukan secara bersama-sama oleh warga setempat, sebagai sarana untuk meminta keslametan dan mereka yakin bahwa, rejeki yang akan datang pasti diberikanoleh Yang Maha Kuasa.
       Dalam Tradisi Nyadran, terdapat acara syukuran, yang dilengkapi dengan doa bersama dan membagi-bagikan makanan ambeng seperti, kue apem, aneka lauk-pauk, nasi ketan, dan buah yang wajib dibawa yaitu buah pisang. Dengan adanya tradisi ini, maka solidaritas dan rasa persatuan semakin tinggi. Tidak hanya itu, tradisi ini juga memberikan integrasi antara kerukunan warga yang terjamin, juga mendekatkan diri kepada Sang Pencipta semesta alam ini.
       Bagi sebagian besar masyarakat mengaku bahwa, dengan dilaksanakannya perayaan tradisi nyadran, maka kerukunan dan sikap  saling tepa selira akan kuat.



     



A.    Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan Tradisi Nyadran dalam derasnya arus globalisasi
B.    Cara agar sikap solidaritas dan persatuan dapat kuat melalui Tradisi     Nyadran?