Beberapa minggu yang lalu, siswa-siswa saya beri tugas untuk menuliskan pengalaman nyata mereka terkait pelajaran yang telah mereka terima. Setelah terkumpul dan saya baca, ternyata sungguh LUAR BIASA. Membaca tulisan-tulisan mereka, seolah-olah saya sedang berbicara dengan mereka. Mereka anak-anak yang luar biasa. Saya merasa seolah mereka sedang ‘curhat’ kepada saya. Saya pun menjadi merasa akrab, merasa dekat.
Cerita-cerita mereka, meskipun sederhana, seperti sedang meminta kepada saya “pahamilah kami…”. Di balik keriuhan mereka di kelas, di balik kenakalannya, ternyata ada kelembutan hati, ada ketulusan jiwa, dan keluguan sikap. Hanya saja mungkin selama ini kami para guru hanya kurang mengerti tingkah laku mereka, sehingga terkadang predikat ‘nakal’ itu begitu saja kami sematkan pada mereka. Berikut beberapa kisah mereka pada saya.
Tawakkal, adalah sikap berserah diri kepada Allah SWT setelah berusaha melakukan usaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Tak mudah orang bisa bertawakkal apabila dalam semua usahanya tak kunjung menemui hasil. Namun dalam kehidupan sehari-hari kita bisa meniru dan mengambil contoh orang yang selalu bertawakkal.
Sikap tawakkal tersebut pernah diterapkan oleh tetangga dekat rumah kami. Dalam pandangan saya, ia adalah seorang figur yang baik hati, penyabar dan rendah hati. Tak hanya itu, dalam segi keimanan dia termasuk orang yang taat dalam menjalankan perintah agama.
Kisah tersebut berawal ketika ia mendadak sakit. Menurut diagnosa dokter ia mengidap kanker. Banyak hal yang sudah beliau lakukan, dari mencoba obat tradisional, penyembuhan alternatif, sampai berobat ke dokter pun sudah dicobanya. Namun apa yang ia lakukan belum juga mendapatkan hasil yang menggembirakan.
Beliau tak pernah menyerah dan putus asa dan hanya dengan rasa percaya diri dan sikap berserah diri kepada Allah SWT ia mencoba tetap tabah dan tawakkal. Hingga apa yang menjadi doanya selam ini dikabulkan oleh Allah. Penyakit yang selama ini diderita pun akhirnya sembuh.
Dari apa yang saya ceritakan diatas kita bisa mengambil hikmahnya dan bisa menginspirasi kita dan para generasi penerus tentang akhlak mulia dan rasa tawakkal. Bersyukur atas setiap apa yang kita punya, bersabar atas segala cobaan adalah kunci dalam menjalani kehidupan ini.
(Rahayu, siswi kelas VIII SMP N 2 Jambu)
Pada suatu hari, ada tetangga saya yang mengidap penyakit kanker payudara. Dia tidak sedih dan berusaha untuk sembuh. Meskipun sudah berobat kemana-mana, namun masih tidak sembuh hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit umum Ambarawa. Ia pun menjalani operasi dan akhirnya dinyatakan sembuh.
Setelah sembuh ia tidak menjadi sombong. Sudah lama ia menunggu penyakitnya sembuh dan meskipun sudah berkali-kali ia tidak berhasil namun ia tetap putus asa dan berlarut dalam kesedihan.
(Ima Fadhatul, siswi kelas VIII SMP N 2 Jambu)
Waktu ayah dan ibuku menanam padi di sawah, beberapa minggu kemudian ternyata sebagian tanaman ayah dan ibuku itu dimakan hama. Ayah dan ibuku menghadapinya dengan sabar dan tabah. Ayah dan ibuku hanya bisa berserah diri kepada Allah. Mereka masih bersyukur karena tidak semua tanaman padinya dimakan hama. Mereka akan meningkatkan usahanya agar dapat meraih keberhasilan kelak, dengan disertai doa tentunya.
(Devi Tri Sulistiya, siswi kelas VIII SMP N 2 Jambu)
Paman saya adalah seorang ketua RT. Orangnya sangat kaya, tetapi tidak sombong. Ia selalu memberikan uang kepada adik dan keponakan-keponakannya, termasuk saya.
Suatu ketika, paman kehilangan uang sebesar Rp. 150.000, namun ia tidak mengeluhkan hal itu. Paman saya berdoa kepada Allah. Beberapa kali paman meminjami uang kepada tetangganya, tapi tidak sedikit yang tidak mengmbalikan pinjaman itu. Paman tidak mengeluh dan tetap bersabar. Paman bilang “Yach itung-itung sedekah…”.
Saya sangat kagum padanya. Ia adalah orang yang tidak pernah membenci orang. Pernah suatu kali paman dituduh oleh seseorang. Paman hanya menghadapinya dengan tersenyum, tanpa kemarahan. Dan akhirnya tuduhan itu terbukti salah dan hanya merupakan salah paham belaka.
(Sariyatun, siswi kelas VIII SMP N 2 Jambu)
Peristiwa ini merupakan pengalaman pribadi saya sendiri.
Dulu saya pernah diutus untuk mengikuti Lomba Cerdas Cermat. Saya pun mempersiapkan diri satu minggu sebelum pelaksanaan lomba itu, mulai dari belajar tekun, menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hingga melaksanakan sholat malam (tahajjud). Semua agar Allah memberi kelancaran bagi saya dalam mengikuti lomba.
Ketika tiba saatnya berlomba, persaingan dengan peserta yang lain cukup ketat. Dan akhirnya regu kami harus berhenti di babak penyisihan. Sungguh saya merasa sedih dan agak tidak percaya. Lomba itu merupakan yang pertama kalinya bagi saya, saya takut dimarahi oleh ibu guru. Tapi kan saya sudah berusaha dan tawakkal. Apabila saya dimarahi ya saya terima, apabila tidak ya alhamdulillah.
Sesampainya di sekolah, saya tidak dimarahi oleh ibu guru. Biarpun peringkat ke-5, tapi asalkan kita sudah berusaha semaksimal mungkin, saya tetap bersyukur. Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda. Saya sangat berterima kasih kepada Allah karena sudah mengabulkan doa saya, biarpun tidak bisa peringkat 3 besar, tapi regu kami bukan yang terendah, bahkan ada yang tidak mendapat peringkat.
(Khoirul Ummah, siswi kelas VIII SMP N 2 Jambu)
Teman saya mempunyai Budhe yang bernama Budhe Yulia. Budhe Yulia memiliki seorang suami dan anak yang bernama mbak Woro. Mbak Woro adalah dokter anak, yang sudah berumah tangga dan memiliki satu anak perempuan.
Setelah ibu dan bapaknya pensiun, mbak Woro dan suaminya menjadi tulang punggung keluarga. Mbak Woro dan suaminya memiliki sebuah mobil, tapi mobil itu dipakai oleh suaminya bekerja yang jaraknya lumayan jauh dan berbeda arah dengan tempat kerja mbak Woro. Kemudian oleh ayah dan ibunya, mbak Woro dibelikan sebuah mobil, hasil dari tabungan Budhe Yulia dan suaminya.
Pada hari Minggu, mbak Woro beserta anak dan suaminya mencoba mobil baru pemberian orang tuanya itu. Namun naas, dalam perjalanan mereka mengalami kecelakaan dan akhirnya mereka terluka. Mobil baru nan mengkilap yang mereka naiki berubah menjadi rongsokan yang tiada nilainya. Budhe Yulia bersedih, namun tidak lantas berduka. Ia berusaha menghibur keluarga anaknya itu, jika Allah memang berkehendak, maka terjadilah. Kita hanya bisa pasrah dan memohon yang terbaik, kata Budhe Yulia.
(Eva Suci N, siswi SMP N 5 Ambarawa)
Suatu waktu, tetangga saya membuka toko/warung yang sangat besar dan megah. Orang itu tidak sombong meskipun kaya raya. Ia berjualan dengan sangat laris. Ternyata ada salah seorang tetangganya yang iri/tidak suka dengan hal itu. Orang itu memfitnah tetangga itu sehingga tokonya tidak laris lagi. Setelah itu tokonya bangkrut, sehingga menyebabkan mereka harus menjual toko dan rumahnya. Meskipun begitu mereka tidak berputus asa, tetap tawakkal, sabar, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Mereka menganggap semuanya sebagai cobaan dari Allah. Selama itu pula mereka selalu bekerja keras. Akhirnya mereka pun mendapatkan hasil dari kerja kerasnya itu dan mereka bisa membeli tokonya kembali.
(Elin Esdarini, siswi SMP N 5 Ambarawa)
Cerita ini berawal dari seorang bapak yang sudah hampir putus asa dengan keadaan yang dideritanya. Ia menderita penyakit kanker yang cukup parah.
Bapak itu terus berusaha agar penyakit yang dideritanya bisa sembuh. Biaya yang dikeluarkan untuk berobat sudah cukup banyak. Hingga akhirnya jalan terakhir adalah operasi. Jika dengan jalan itu tidak bisa, maka bapak itu harus cuci darah seumur hidup. Akhirnya bapak itu meminta tolong kepada para anak yatim yang ada di pondok pesantrennya untuk membacakan surat Al-Fatihah sebanyak tujuh kali setiap hari.
Selama satu bulan dibacakan surat Al-Fatihah, akhirnya bapak itu sembuh. Bapak itu sangat bersyukur kepada Allah SWT. Harta yang dimiliki, ia relakan semuanya demi kepentingan anak yatim, masjid, dan yang sebagian untuk kepentingan masyarakat yang tidak mampu. Bapak itu selalu merelakan hartanya demi orang yang membutuhkan. Bapak itu juga selalu bersyukur jika mendapat karunia.
(Desi Ambarwati, siswi kelas VIII SMP N 5 Ambarawa)
Pada suatu hari saat saya dan teman-teman saya kelas 6 SD akan melaksanakan UASBN, saya dan teman-teman berfikir untuk mengadakan belajar bersama.
Pada suatu malam saat saya sedang berdoa, saya meminta agar saya mendapatkan nilai yang bagus dan memuaskan. Selain itu, saya juga berdoa agar saya diberi kesehatan dan keselamatan agar saya dapat melaksanakan UASBN dengan baik.
Malam menjelang UASBN berlangsung saya malah sakit, saya terkena penyakit DBD. Malam itu saya belum belajar dan paginya saat saya melaksanakan UASBN saya tidak konsentrasi karena kepala saya sakit sekali. Saya tidak tahu bagaimana nanti hasil nilai UASBN saya. Saya hanya bisa bersabar dan berdoa kepada Allah SWT serta menyerahkan semuanya kepada Allah Yang Maha Kuasa.
(Devi Susanti, siswi kelas VIII SMP N 5 Ambarawa)
Di desa tempat saya tinggal ada seorang suami istri yang kaya. Mereka memiliki 2 orang anak laki-laki. Anak yang pertama mungkin sekarang sudah kelas XII SMA dan yang kedua masih seumurku. Tapi kakaknya temanku itu meninggal karena komplikasi penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) dan liver. Dia sudah mengidap penyakit itu ketika ia liburan kenaikan kelas sekitar tahun 2006. Sebenarnya ia ingin sekali bersekolah lagi di SMP N 5 ini. Tetapi karena keinginan orang tuanya untuk menyekolahkan ke SMP N 2. Ia sangat kaget padahal ia ingin sekali bersekolah di SMP N 5 Ambarawa.
Saat sekolah kurang lima hari, ia menghembuskan nafas terakhirnya dengan berkata kepada adiknya “Dik, jaga ayah dan Ibu” setelah itu adiknya mengucapkan ”Innalillahi wa inna ilaihi rajiun” sambil menangis. Kakaknya itu dimakamkan di samping sekolah saya. Saya sangat terharu melihat teman saya, saya turut berduka. Setelah melakukan upacar 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari, orang tuanya ingin sekali memiliki anak laki-laki lagi. Dia selalu melakukan shalat lima waktu, shalat tahajjud dan shalat-shalat lainnya. Ia berserah diri kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta alam jagat raya ini.
Beberapa bulan kemudian, ia dikaruniai seorang bayi yang masih dalam kandungan. Ia berharap anak itu laki-laki akan tetapi karena ia teledor menjaga bayi itu, akhirnya ia keguguran dan dimakamkan dibelakang rumahnya sampai sekarang ini. Tetapi dia tak akan lupa kenangan itu karena ia sangat mencintai anak itu.
(Yustika Lintang P., siswi kelas VIII SMP N 5 Ambarawa)
No comments:
Post a Comment